Pada saat
terjadi agresi militer Belanda II, Presiden Sukarno telah membuat mandat kepada
Syafruddin Prawiranegara yang ketika itu berada di Bukittinggi untuk membentuk
pemerintah darurat. Sukarno mengirimkan mandat serupa kepada Mr. Maramis dan
Dr. Sudarsono yang sedang berada di New Delhi, India apabila pembentukan PDRI
di Sumatra mengalami kegagalan. Namun, Syafruddin berhasil mendeklarasi
berdirinya Pemerintah Darurat Republik Indonesia ini dilakukan di Kabupaten
Lima Puluh Kota pada tanggal 19 Desember 1948.
Susunan pemerintahannya antara lain sebagai berikut.
a. Mr. Syafruddin Prawiranegara sebagai ketua merangkap Perdana Menteri, Menteri Pertahanan dan Menteri Penerangan.
b. Mr. T.M. Hassan sebagai wakil ketua merangkap Menteri Dalam Negeri, Menteri Pendidikan, dan Menteri Agama.
c. Ir. S.M. Rasyid sebagai Menteri Keamanan merangkap Menteri Sosial, Pembangunan dan Pemuda.
d. Mr. Lukman Hakim sebagai Menteri Keuangan merangkap Menteri Kehakiman.
e. Ir. Sitompul sebagai Menteri Pekerjaan Umum merangkap Menteri Kesehatan.
f. Maryono Danubroto sebagai Sekretaris PDRI.
g. Jenderal Sudirman sebagai Panglima Besar.
h. Kolonel A.H. Nasution sebagai Panglima Tentara Teritorial Jawa.
i. Kolonel Hidayat sebagai Panglima Tentara Teritorial Sumatra.
PDRI yang dipimpin oleh Syafruddin Prawiranegara ternyata
berhasil memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan dan menegakkan
pemerintah RI.
PDRI dapat berfungsi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah
RI dan berperan sebagai pemerintah pusat. PDRI juga berperan sebagai kunci
dalam mengatur arus informasi, sehingga mata rantai komunikasi tidak terputus
dari daerah yang satu ke daerah yang lain. Radiogram mengenai masih berdirinya
PDRI dikirimkan kepada Ketua Konferensi Asia, Pandit Jawaharlal Nehru oleh
Radio Rimba Raya yang berada di Aceh Tengah pada tanggal 23 Januari 1948. PDRI
juga berhasil menjalin hubungan dan berbagi tugas dengan perwakilan RI di India.
Dari India informasi-informasi tentang keberadaan dan perjuangan bangsa dan
negara RI dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru. Terbukalah mata dunia
mengenai keadaan RI yang sesungguhnya.
Konflik antara Indonesia dengan Belanda masih terus
berlanjut. Namun semakin terbukanya mata dunia terkait dengan konflik itu,
menempatkan posisi Indonesia semakin
menguntungkan. Untuk mempercepat penyelesaikan konflik ini maka oleh DK PBB
dibentuklah UNCI (United Nations Commission for Indonesia) atau Komisi PBB untuk
Indonesia sebagai pengganti KTN. UNCI ini memiliki kekuasaan yang lebih besar
dibanding KTN. UNCI berhak mengambil keputusan yang mengikat atas dasar suara
mayoritas.
Ketika
Presidan, Wakil presiden dan pembesar-pembesar Republik ditawan Belanda di Bangka,
delegasi BFO (Bijzonder Federaal Overleg) mengunjungi mereka dan mengadakan
perundingan. UNCI mengumumkan bahwa delegasi-delegasi Republik, Belanda dan BFO
telah mecapai persetujuan pendapat mengenai akan diselenggarakannya KMB. UNCI
juga berhasil menjadi mediator dalam KMB. Bahkan peranan itu juga tampak sampai
penyerahan dan pemulihan kekuasaan Pemerintah RI di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar